Kamis, 21 Juli 2016

Stroller Idaman


Hamil, apalagi anak pertama, pasti membuat calon orang tua dan semua keluarga excited, terutama ibunya. Dan itulah yang terjadi pada saya. Ditambah, anak yang dikandung sudah diperjuangkan dan ditunggu selama 8 taun. Wuih, excited nya bukan kepalang.

Selama ini setiap lewat toko perlengkapan bayi dan anak, saya hanya bisa liat-liat, bilang ke mas suami “ini lucuuuu yaaaa..”, tanpa tahu kapan bisa membeli barang yang lucu-lucu itu. Paling akhirnya cari pelampiasan, belanja di toko tersebut, tapi buat ponakan atau buat kado anaknya temen. Nah, pas udah hamil beneran, makin membuncahlah keinginan saya untuk belanja, “udah ada alasan tepat nih”, batin saya, haha..

Waktu itu kehamilan saya baru 5 bulan, dan kebetulan saya dan mas suami sedang menemani keluarga dari Kalimantan yang sedang jalan-jalan di Bandung. Kami pergi ke toko langganan saya, FO Anak Kecil. Meskipun udah ditahan-tahan sekuat tenaga nih, karena katanya ga boleh belanja dulu sebelum kehamilan menginjak 7 bulan, tapi saya ga kuat, pertahanan saya runtuh. Pun ketika saya menemukan akun instagram @littlebathi, yang beli bajunya bisa pre order ukuran dan modelnya lucu-lucu, saya ga kuat lagi. Bahkan saya sudah pesan baju untuk kalo Reika nanti sudah berumur 1 tahun, haha..

Tuh, lucu kaann, siapa yg bisa tahan liat baju anak lucu kaya ginii...

Tapi kemudian ada yang mengingatkan, ga usah beli baju banyak-banyak, nanti pasti dapet deh dari kado. Baiklah, saya menurut. Dan memang benar, Reika dapat kado baju cukup banyak. Sedangkan pertumbuhan bayi itu cepat dan keluar rumahnya jarang, sehingga baju baru dipakai 2-3 kali, eh sudah tidak muat lagi.

Akhirnya saya fokus untuk mencari perlengkapan bayi yang lain, fokus pertama adalah stroller. Setelah saya coba browsing-browsing, ternyata cari stroller yang ok itu banyak syaratnya yaa..
  • Enteng
  • Tempat buat tiduran bayinya empuk
  • Tempat duduk bayi bisa sampai rebah
  • Ada 5 langkah keamanan untuk safety belt nya
  • Bisa diatur supaya bayinya menghadap kita atau menghadap ke depan
  • Pegangan tangan untuk dorong stroller bisa disesuaikan tingginya, jadi orang tua atau siapapun yang akan mendorong, merasa nyaman
  • Roda yang kokoh dan bisa berputar 360 derajat
  • Skok nya ok sehingga bayi tidak terguncang-guncang
  • Ketika dilipat, ringkes dan bisa masuk di bagasi atau bagian belakang mobil
  • Harga murah

Sayangnya, cari kombinasi semua syarat di atas di 1 stroller akan susah. Kalaupun poin 1 sampai 9 terpenuhi, poin 10 ga mungkin, karena secanggih itu mana mungkin murah, haha. Jadi saya berusaha mempersempit syarat. Kalau semua syarat memenuhi, tapi stroller tidak enteng, maka saya tidak akan beli. Curang juga ya mamanya, lebih mengutamakan kenyamanannya daripada kenyamanan bayinya, haha. Bukan sih, bukan begitu, tapi lebih karena, kalau saya tidak nyaman membawa stroller ini kemana-mana, bisa-bisa nantinya stroller hanya teronggok di pojokan rumah. Jadi prioritasnya, kenyamanan orang tua, keamanan anak dan kemudian kenyamanan anak.

Setelah melalui browsing-browsing, tanya-tanya ke teman, dan menganalisa keinginan, akhirnya mengerucut lah ke 3 merk, Aprica, Easy Walker dan Silver Cross. Mulailah saya membuat list feature nya, di mana saja bisa dibeli baik secara online ataupun toko fisik, berapa perbandingan harganya di setiap toko, sampai menyusun jadwal kira-kira kapan akan lihat barangnya langsung.

Tiba-tiba saya teringat..

Di tahun 2012, saya pernah traveling ke Jepang bersama suami, salah satu tujuannya adalah Universal Studio di Osaka. Saat di sana, saya bertemu dengan grup ibu-ibu yang anaknya pakai stroller semua. Saking saya merasa itu unik, maka saya mengajak mereka untuk berfoto bersama. Saya cari foto nya dan ketemu, di bawah ini..
Mahmud nya Jepang..

Kemudian foto itu saya zoom, saya pengen lihat apa merk stroller nya. Ternyata semua stroller, merk nya Combi, dengan beberapa type yang berbeda.

Wah, clue nih, saya yakin mereka punya alasan khusus mengapa memilih Combi. Setelah saya coba browsing lagi, ternyata memang merk ini popular di Jepang, karena beberapa alasan:
  • Enteng. Orang Jepang suka menggunakan transportasi umum. Kalo strollernya berat, kebayang dong repotnya naik turun kereta atau naik turun tangga di stasiun
  • Bisa berdiri saat kondisinya terlipat. Feature ini mempermudah ketika menempatkan stroller di dalam kereta
  • Mudah dilipat dan ringkes. Orang Jepang suka yang praktis. Mobil di Jepang pun kebanyakan berukuran kecil, sehingga stroller yang saat dilipat jadi ringkes, pasti jadi pilihan
Saya memang agak Jepang minded, dan menurut saya orang Jepang punya selera yang bagus dalam memilih barang, sehingga kali inipun saya mengikuti insting saya. Akhirnya saya fokus pada Combi. PR selanjutnya adalah memilih typenya.

Setelah coba cek lagi di syarat yang telah saya jelaskan di awal tulisan, maka kami memilih type Well Comfort. Setelah cari-cari di beberapa tempat, ternyata warna yang kami inginkan, stoknya kosong. Ah, sebelnya sama kaya saat cari sepatu, biasanya model yg kita suka eh nomernya ga ada, hiks..

Akhirnya kami mempertimbangkan untuk mencari type yang lain, dan ketemulah Combi Cozy. Feature hampir sama dengan Well Comfort, hanya beratnya lebih berat 3 ons saja. Warnanya juga ok, merah hitam, matching dengan diapers bag yang sudah dibeli duluan. Kami membelinya di Aeon, dan saat kami beli, kebetulan untuk semua merk Combi sedang diskon 30%, Alhamdulillah.. Beginilah penampakannya..


Dan di bawah ini feature nya:
  • Recommended Age: From newborn up to 15kg.(approx. 3 to 4 yrs old)
  • Ultralight weight: 4.9kg
  • Wide and comfortable seat
  • 170 degree full reclining seat
  • Shock absorbance structure
  • Automatically stored backrest
  • Convenient one – hand operation
  • Reversible handle
  • Front guard & Front suspension
  • Soft, washable seat fabric
Reika pertama kali menggunakan stroller untuk jalan-jalan di mall saat dia berusia 41 hari. Saat itu dia terlihat agak tidak nyaman, entah karena strollernya atau memang dia masih menyesuaikan diri dengan dunia luar. Tapi setelah pemakaian kedua, baik jalan-jalan keliling komplek ataupun di mall, dia nyaman kok. Kalau sedang terjaga, sambil ketawa-tawa. Kalau sedang tidur, eh pules banget. Asal, perutnya kenyang, hehe..

Untuk kekurangannya dengan kondisi kami, ada 2 yang bisa saya sebutkan:
  • Ternyata saat dilipat, tidak terlalu tipis. Sehingga saat ditempatkan di bagian belakang mobil, sandaran kursi bagian belakang tidak bisa sampai klek, harus mengikuti posisi setelah stroller ditempatkan di sana
  • Saking entengnya, ketika stroller kosong dan arah pegangan ada di belakang bayi, dan diapers bag digantung di pegangan itu, strollernya jadi oleng
Kalau posisinya seperti ini, stroller stabil..
  • Entah kenapa, kalau saya yang dorong, kok arahnya ke kanan melulu. Tapi ketika suami yang dorong, normal-normal saja. Khusus poin ini, rasanya lebih tepat kalau dibilang sebagai kekurangan saya, bukan kekurangan strollernya, hihiii..
So far, Combi Cozy ini cukup ok buat kami dan Reika. Uti pun bisa dengan mudah menggunakannya. Saya sama sekali tidak terpikir untuk mencoba dan membeli stroller yang lain.

Moral of the story is, bahwa mungkin ada kejadian di masa lalu, yang akan jadi petunjuk untuk masa depan kita. Capek-capek saya research, eh ternyata hanya karena foto, akhirnya ketemu apa yang dimau.

Buat yang lagi hunting stroller, selamat hunting yaaa, seruuuu.. ;-)

Senin, 18 Juli 2016

Paspor Anak

Kalau dulu, paspor anak bisa menumpang paspor orang tua, maka sekarang paspor anak harus berdiri sendiri.

Seperti sebelumnya, saya dan mas suami mengurus perpanjangan paspor sendiri secara online (bisa dibaca di sini), kali inipun kami mengurus paspor Reika secara mandiri dan online juga. Ada beberapa hal yg perlu diperhatikan, sebagai berikut:
  • Kalau proses sebelumnya kita harus upload dokumen saat daftar online, kali ini tidak. Jadi usahakan semua dokumen asli dan copy sesuai persyaratan, lengkap dibawa saat kita datang ke Kantor Imigrasi
  • Di website tidak ada pilihan e-paspor. Setelah saya konfirmasikan ke petugas imigrasi, infonya bahwa e-paspor tidak bisa daftar secara online. Saya pun menjelaskan bahwa di 2014, saya bisa mendaftar e-paspor secara online. Yaa, mungkin saja memang sudah ada perubahan peraturan. Toh seperti di poin 1, tata cara upload di website pun mengalami perubahan. Jadinya, saya dan mas suami ber-e-paspor, sedangkan untuk Reika masih yang biasa
  • Datanglah sesuai lokasi dan jadwal yang teman-teman pilih di website. Jadi meskipun waktu itu Reika sedang sakit pilek dan meler melulu, kami tetap datang ke Kantor Imigrasi
Kompak, Reika dan mamanya sama-sama pilek, tapi tetap semangat buat urus paspor hehe..

  • Kedua orang tua harus ikut datang. Ditambah utinya juga tak mengapa, lumayan ada yang bantuin gendong, hehe..
Yang ada malah utinya pengen gendongin Reika melulu..

  • Berangkat pagi-pagi, supaya dapat nomor antrian awal. Saat itu kami urus di Kantor Imigrasi Jakarta Pusat, jadi kami berangkat dari rumah jam 6 pagi. Kalaupun sampai di sana kepagian dan belum sarapan, jangan khawatir, di sekitar Kantor Imigrasi banyak penjual makanan. Tahu di tukang gorengannya, enak lhoo..
  • Kalau teman-teman sampai di Kantor Imigrasi sebelum pintu gerbang Kantor Imigrasi nya dibuka (seperti kami), maka perhatikan jalur antriannya. Biasanya akan dibedakan antara yg sudah mendaftar online dan baru saja datang (walk in). Pengalaman kami di Kantor Imigrasi Jakarta Pusat, antrian walk in di gerbang sebelah kanan, online di gerbang sebelah kiri
Nomor antrian awal yang digunakan untuk cek kelengkapan dokumen
Setelah selesai cek dokumen di lantai 1, maka kita bisa menuju lantai 2 untuk menunggu panggilan foto dan wawancara

  • Ada surat kuasa yang harus ditandatangani oleh orang tua, format suratnya bisa dibeli di Koperasi Kantor Imigrasi
  • Untuk anak kecil dan lansia ada antrian khusus. Jam 9 semua proses sudah beres sehingga kami bisa langsung pulang
Antrian bisa dilihat di monitor. Untuk antrian prioritas, bisa dilihat di kiri atas monitor dengan awal nomor antrian angka 1

  • Usahakan saat urus paspor, kepala bayi sudah bisa tegak sehingga proses foto akan lebih mudah. Saat itu usia Reika sekitar 3,5 bulan. Saat foto, Reika saya pangku, bagian badan saya sangga sedangkan kepala sudah bisa tegak. Saat akan difoto, eh Reika bersin dan umbel pada keluar. Jadilah kita pake adegan touch up dulu, dan untungnya di meja petugas tersedia tisue
Contoh posisi saat foto di Kantor Imigrasi
Tapi kalo ini mah kejadian nyatanya kami lagi ada di studio foto buat bikin pas foto :-)

  • Pengambilan paspor dilakukan 3 hari kerja kemudian, dan harus dilakukan oleh orang tua (salah satu saja cukup, papa atau mamanya), dengan membawa slip pembayaran
  • Bawa jaket untuk bayi kita, Kantor Imigrasi Jakpus relatif dingin

Dan setelah diambil, beginilah penampakan paspornya.

Yang namanya foto sim, ktp, paspor, hasilnya ya begitu itu ya. Ga orang dewasa, ga bayi, semua hasilnya seadanya. Sebenarnya saat itu, petugas imigrasi menunjukkan preview foto kepada saya dan menawarkan mau foto ulang atau tidak. Tetapi mengingat kondisi Reika yang meler melulu, maka saya putuskan untuk tidak mengulang, toh hanya untuk paspor.

Hhhhmmm, gimana kalau Reika sudah besar dan kemudian protes ke saya ya? Hahaha..

So, paspor Reika sudah siap. Yuk kita ke mana? :-)

Jumat, 15 Juli 2016

Vaksin Palsu?

Issue tentang vaksin palsu, kencang banget akhir-akhir ini. Saya yang sedang punya bayi dan lagi rajin-rajinnya imunisasi bayi saya, ikut deg-deg an dong pastinya, bismillah aja deh.

Sampai saat ini, Reika sudah melalui vaksin di 3 tempat, yaitu:
1. Puskesmas Rawabuntu
    Saat itu sedang Pekan Imunisasi Nasional, dan Reika ikut vaksin polio di Puskesmas
2. Vaxi
    Saat jadwalnya tiba, vaksin DPT dengan merk Pediacel sedang susah dicari. Berburu ke beberapa rumah sakit pun hasilnya nihil. Sampai akhirnya saya bertemu dengan Vaxi. Cerita nya sudah saya sharing di sini
3. RS St. Carolus Gading Serpong
   Jenis dan jadwal vaksin sesuai arahan Jadwal Vaksin IDAI. Hanya vaksin Pediacel yang tidak dilakukan melalui Rumah Sakit ini

Dan Alhamdulillah, ketiga tempat tersebut tidak ada di list yang sudah dipublish pemerintah sebagai Rumah Sakit atau lembaga vaksin yang telah menjual vaksin palsu.

Awal Juli kemarin, adalah jadwal vaksin Pediacel yang ke-2, dan tetap saya lakukan melalui Vaxi karena ketersediaan Pediacel di Rumah Sakit masih belum pasti. Kalau sebelumnya dilakukan di kantor karena Tangsel tidak masuk di area jangkauan mereka, kali ini mereka menginformasikan bahwa mereka bisa melakukan vaksinasi di rumah kami, asiikk..

Reika melalui vaksin dengan cukup ceria, di bawah ini perubahan ekspresinya ;-)
Sadar kamera, sambil menunggu mbak dokter siap-siap, kita foto dulu..
Menanti dengan penuh senyuman..
Seolah berkata dalam hati "mmmm, aku mau diapain nih?"
Suntik mulai dilakukan, wajah mulai kelihatan tidak nyaman..
Puncak ketidaknyamanan, nahan sakit sambil mengerang, hehe..
Dihibur dan disayang-sayang, ceria kembali deh, tidak sampai nangis..

Kata mbak dokternya, "wah, ga keluar darah di bekas suntikan nih, lemaknya tebal", dan kamipun ngakak bersama, hahaha..

Setelah vaksin selesai, sambil menunggu apakah ada reaksi alergi dr vaksin, maka saya berdiskusi dengan dokter mengenai issue vaksin palsu.

Ada beberapa pengetahuan baru yang saya dapatkan dari sesi diskusi tentang vaksin tersebut:
  1. Bahwa mungkin saja ada perubahan kemasan untuk merk vaksin yang sama. Bukan berarti jika kemasan dulu berbeda dengan kemasan yang sekarang, berarti palsu. Sehingga orang tua tidak perlu panik dulu, kita tunggu saja pengumuman dari pemerintah
  2. Bahwa istilah imunisasi wajib dan wajib itu tidak ada, semua imunisasi harusnya wajib. Istilah yang benar adalah imunisasi dasar. Imunisasi dasar inilah yang disubsidi oleh pemerintah dan bisa didapatkan di puskesmas
  3. Karena tidak semua vaksin disubsidi oleh pemerintah, dan kemudian disalurkan melalui Puskesmas, maka untuk melengkapi vaksin yang diterima oleh anak kita, harus melalui Rumah Sakit atau lembaga vaksinasi yang tidak disubsidi oleh pemerintah. Contoh vaksin yang tidak disediakan di Puskesmas adalah Rotavirus
  4. Di Rumah Sakit atau lembaga vaksin, 1 ampul vaksin hanya digunakan oleh 1 anak, karena penggunaannya jarang. Sisa vaksin akan dibuang. Sedangkan jika di Puskesmas, 1 ampul dapat digunakan oleh beberapa orang anak, karena permintaannya lebih banyak. Hal ini saya alami sendiri saat Reika mendapatkan imunisasi polio di Puskesmas
  5. Vaksin DPT, dengan merk Pentabio (yang disediakan di Puskesmas) dan Pediacel (yang bisa didapatkan di Rumah Sakit atau lembaga vaksin), perbedaannya terletak pada kandungan vaksin di dalamnya. Pentabio berisi 3 jenis vaksin, bakteri yang dimasukkan dalam vaksin adalah bakteri utuh, bisa menimbulkan efek demam. Sedangkan untuk Pediacel, berisi 5 jenis vaksin, bakteri yang dimasukkan dalam vaksin adalah sebagian dari bakteri, bukan bakteri utuh, dan tidak menimbulkan demam. Efek antibodi yang ditimbulkan dengan menggunakan bakteri utuh dan bakteri sebagian sebenarnya sama, tetapi penggunaan bakteri secara utuh memang dapat menimbulkan demam
  6. Untuk vaksin BCG, sebaiknya dilakukan di lengan bukan di paha. Hal ini untuk mempermudah pengecekan jika ada efek dari vaksinasi, dan juga lebih mudah diperlihatkan jika ada screening untuk melihat bekas vaksin BCG. Saat vaksin Reika, saya kurang baca sih, jadinya saya pilih di paha, hanya untuk alasan estetika, hadeeehh..
  7. Kalau ada yang bilang, bahwa kalau anak demam berarti vaksinnya bereaksi dan kalau anak tidak demam berarti vaksin tidak bereaksi, itu hanya mitos
Vaksinasi memang tidak menjamin anak kita tidak bakal sakit, tetapi menurut saya vaksinasi adalah investasi kesehatan yang bisa kita berikan untuk anak kita, sedia payung sebelum hujan.

Selama kita masih bisa memberikan yang terbaik untuk anak kita, kenapa tidak? ;-)