Setahun belakangan ini, saya dan mas suami tertarik
untuk mengikuti seminar parenting. Karena kami sadar bahwa kami tidak pernah
mendapatkan ilmu untuk menjadi orang tua, dan mumpung kami belum punya anak,
jadi kami bisa mempersiapkan diri kami sebaik-baiknya.
Ketertarikan pertama sebenarnya dari saya, karena
jujur, saya punya kekhawatiran, apakah nanti saya bisa menjadi ibu dan
membesarkan anak dengan baik. Saya khawatir, bukannya jadi ibu yang terbaik,
saya malah hanya akan membuat anak saya tidak bahagia. Pas banget kemudian saya
dapat info seminar parenting dari teman, dan kemudian saya mengajak mas suami
ikut serta. Alhamdulillah mas suami tidak pernah menolak, bahkan ikutan
excited. Dan setelah mengikuti beberapa kelas parenting, saya merasakan kepercayaan
diri saya bertambah. Kini saya yakin, bahwa memang tidak perlu sempurna untuk
menjadi orang tua, tapi ada baiknya jika kita mendidik anak dengan dasar ilmu.
Awal November ini, saya mengikuti seminar yang
diadakan oleh Super Mom yang bertempat di Titan Center Bintaro. Pembawa materi
adalah Ibu Elly Risman dengan tema Peter Pan Syndrome dan Cinderella Complex.
Tema ini menarik untuk kami, karena kami mendapatkan anak setelah menikah cukup
lama dan perjuangan yang tidak sedikit. Jadi kami khawatir, nantinya kami akan
terlalu memanjakan anak yang akhirnya menyebabkan anak mengalami syndrome
tersebut. Dengan mengikuti seminar ini, kami berharap dapat melakukan
antisipasi, supaya hal tersebut tidak terjadi di masa yang akan datang.
Dan beberapa hari ini, beredar postingan viral di
socmed, tidak tahu dari mana sumber awalnya, yang isinya adalah rangkuman dari
materi beliau. Isinya cukup comprehensive dan mudah untuk dipahami, untuk
lengkapnya bisa dilihat di bawah ini, dengan sedikit touch up dari saya.
***
PETER PAN & CINDERELLA SYNDROME
Menghindari perceraian dini karena Peter Pan
Syndrome, Cinderella Complex dan Adversity Quotient ditentukan lewat pola asuh
di rumah.
Apa itu Peter Pan dan Cinderella Syndrome? Semua
berawal dari kasih sayang orang tua dan over proteksi yang tidak pada tempatnya
sejak dini, sehingga membunuh kemandirian anak dan membuat rendahnya Adversity
Quotient (kemampuan untuk survive dalam menghadapi masalah kehidupan).
Yang pada gilirannya akan mencetak laki-laki dengan
Peter Pan Syndrome, yaitu laki-laki yang tidak pernah dewasa. Atau anak
perempuan dengan Cinderella Complex yg mengharap ‘Prince Charming’ datang utk
menyelamatkan-nya, karena tak mampu menghadapi kesulitan hidup akibat terlalu
dilindungi.
- Pernahkah anda menyuapkan makanan pada anak anda yg sudah SD karena kuatir dia sakit jika tidak makan?
- Pernahkah anda melihat anak SD berjalan melenggang sementara Ibu/pengasuhnya membawakan tas mereka?
- Atau jika ditelepon anak dari sekolah karena PRnya ketinggalan, apakah anda akan ter-gopoh2 ke sekolah utk mengantarkan-nya, alih-alih menyuruhnya pulang atau membiarkannya disetrap karena kelalaian?
- Apakah anda membuka satu per satu buku anak utk mencari PRnya, kemudian mengoreksi PR dengan tangan anda bahkan menolong membuatkan supaya nilainya bagus?
Jika ke-empat hal di atas terjadi pada anda, maka
waspadalah anda sedang menjerumuskan karakter diri anak anda. Kasih sayang yang
anda berikan akan merusak kemampuannya utk survive di masa depan.
Ciri-ciri anak dengan Peter Pan Syndrome adalah:
- Mereka terbiasa hidup nyaman tanpa beban tanggung jawab
- Tidak suka bekerja keras
- Kegiatannya banyak main-main
- Tidak pernah punya tanggung jawab
- Tidak bisa mandiri/dewasa
- Tidak berani mengambil keputusan dan menanggung resiko
- Kurang percaya diri
- Enggan hidup sendiri karena mengalami ketergantungan pada orang lain
Pada anak-anak dengan pola asuh yang potensial
menimbulkan Peter Pan Syndrome biasanya cenderung :
- Suka menentang
- Pemberontak
- Susah punya komitmen
- Pemarah (marah jika kemauannya tidak terpenuhi)
- Tidak bisa menerima kritikan
- Mudah sakit hati
- Terlalu cinta pada diri sendiri
- Senang memanipulasi
- Menolak hubungan dengan lawan jenis
Akibatnya mereka punya masalah tidah tahan terhadap
invasi kekuasaan dari lingkungan, mereka tidak mampu berpikir tentang dirinya,
apalagi menangani problem yg menimpa. Karena sejak kecil semua masalahnya
diatasi ibu, ayah atau pengasuhnya.
Cinderella Complex biasanya menimpa anak wanita yg
selalu dilindungi atau yg hidupnya dalam keadaan tertekan. Ia mengharap ada
figur yg dapat menyelamatkannya di setiap masalah yg dihadapi. Tanpa berusaha
utk berjuang dgn mengerahkan segenap kemampuan.
Dengan pola asuh salah, orang tua potensial
membentuk karakter laki-laki dengan ciri Peter Pan akibat dimanja dan dibela
setiap melakukan kesalahan, dilindungi dan dituruti keinginannya. Sementara
anak perempuan dengan ciri Cinderella tidak dididik untuk menerima kenyataan
hidup dan diberi banyak mimpi tentang kisah happy ending tanpa tahu bahwa happy
ending adalah reward dari a long and winding journey of struggling in life.
Kedua karakter ini di masa depan akan
mengkontribusi dunia dengan generasi yg memiliki AQ (Adversity Quotient) yg
sangat rendah. Apabila keduanya bertemu dan menikah besar kemungkinan
perceraianlah yang terjadi atau never have happy ending. Karena mereka tidak
memiliki cukup AQ untuk mengupayakan kehidupan yang lebih baik. AQ adalah
kecerdasan untuk bertahan dan mengatasi setiap kesulitan hidup lewat
perjuangan. Dengan AQ ditentukan kadar kemampuan orang mengatasi kemelut tanpa
menjadi putus asa.
Akhir-akhir ini, ESQ gencar ditingkatkan, sebagai
cara melejitkan prestasi anak di masa depan lewat potensi spiritual. AQ muncul sebagai
jawaban atas sedihnya hidup orang-orang yang secara karier dan materi sukses,
tapi tidak dapat meraih kebahagian akibat rendahnya AQ, terutama dlm membina
hubungan rumahtangga.
AQ adalah indikator untuk melihat :
- Kemampuan bertahan dalam setiap penderitaan dan tahu cara mengatasi situasi yg membuat penderitaan
- Keterampilan utk menerima & menyelesaikan setiap tantangan
- Ilmu tentang ketabahan manusia (Human Resillience)
Perusahaan maju mulai melihat indikator di atas sbg
patokan dlm merekrut karyawan baru, selain IQ, EQ dan ESQ.
Untuk memberikan gambaran AQ ini, Stoltz meminjam
terminologi para pendaki gunung. Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi
tiga jenis :
- Quitter (Mudah menyerah). Para quitter adalah para pekerja yg sekadar untuk bertahan hidup. Mereka gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan saat menerima tantangan
- Camper (Berkemah di tengah perjalanan). Para camper lebih baik, karena biasanya mereka berani melakukan pekerjaan yang berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yg terukur dan aman. “Ngapain capek-capek” atau “segini juga udah cukup” adalah moto para campers. Orang-orang ini sekurang-kurangnya sudah merasakan tantangan dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak potensi diri yang tidak teraktualisasikan dan yang jelas pendakian itu sebenarnya belum selesai
- Climber (Pendaki yg mencapai puncak). Para climber, yakni mereka yang dengan segala keberanian menghadapi risiko akan menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati proses menuju keberhasilan walau tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yg menghadang. Namun, dibalik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
Dalam konteks ini, para climber dianggap memiliki
AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper dan
quitter. AQ ternyata bukan sekadar anugerah yg bersifat given. AQ ternyata bisa
dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan
untuk meningkatkan level AQ-nya. Tetapi hasil terhebat akan diperoleh jika kita
mampu menginstal AQ ini dalam diri putra-putri kita.
Untuk menghasilkan anak dengan ketangguhan seorang
Climber yang memiliki AQ tinggi, kita harus memperhatikan 9 aspek perkembangan,
yaitu:
- Fisik
- Kesehatan
- Daya tahan mental
- Kestabilan emosi
- Kemampuan social
- Keimanan
- Ibadah kepada Tuhan
- Keterampilan seksualitas
- Seksualitas yang normal
So Smart Parents, mau dibawa ke mana pola asuh yang
anda terapkan di rumah sepenuhnya adalah hak anda. Tapi untuk menjadikan anak yang
tangguh perlu banyak belajar, usaha dan sabar.
Sebelum bicara tentang AQ untuk anak kita, mari
berkaca dan meyakini sudah sejauh mana kita sendiri mengembangkan AQ diri kita
dan berusaha meningkatkannya.
Semoga bermanfaat.
Be Positive and Get Smarter everyday, Moms &
Dads.
***
Sedangkan, untuk materi presentasi lengkapnya bisa
dilihat di bawah ini.
Tambahan materi dari saya, dari apa yang saya
dengar dari Bu Elly, sebelum kita ingin menerapkan ilmu parenting ke anak kita,
lebih baik kita memperbaiki diri dulu. Kita harus sadar dengan Inner Child yang
kita punya. Inner Child adalah suatu karakter atau kebiasaan yang terbentuk
secara tidak kita sadari, akibat kejadian yang terus menerus kita alami saat
kita kecil dulu, yang masuk ke alam bawah sadar kita.
Kalau memang Inner Child kita lebih condong ke hal
yang negatif, maka hal tersebut harus kita perbaiki dulu. Jangan sampai hal negatif
tersebut, nantinya secara tidak kita sadari, ternyata kita terapkan ke pola
pengasuhan anak kita. Dan untuk itu,
kita perlu berkomunikasi secara terbuka dengan pasangan kita, saling memberikan
masukan, menerima masukan, dan saling mendukung untuk memperbaiki diri. Kalau
dengan pasangan, ternyata kesulitan, kita bisa datang ke psikolog untuk meminta
bantuan. Intinya, kita harus mau berdamai dengan masa lalu, apapun itu caranya, demi masa depan anak-anak kita..
Semoga bermanfaat.. ;-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar