Kamis, 26 November 2015

Peter Pan Syndrome dan Cinderella Complex

Setahun belakangan ini, saya dan mas suami tertarik untuk mengikuti seminar parenting. Karena kami sadar bahwa kami tidak pernah mendapatkan ilmu untuk menjadi orang tua, dan mumpung kami belum punya anak, jadi kami bisa mempersiapkan diri kami sebaik-baiknya.

Ketertarikan pertama sebenarnya dari saya, karena jujur, saya punya kekhawatiran, apakah nanti saya bisa menjadi ibu dan membesarkan anak dengan baik. Saya khawatir, bukannya jadi ibu yang terbaik, saya malah hanya akan membuat anak saya tidak bahagia. Pas banget kemudian saya dapat info seminar parenting dari teman, dan kemudian saya mengajak mas suami ikut serta. Alhamdulillah mas suami tidak pernah menolak, bahkan ikutan excited. Dan setelah mengikuti beberapa kelas parenting, saya merasakan kepercayaan diri saya bertambah. Kini saya yakin, bahwa memang tidak perlu sempurna untuk menjadi orang tua, tapi ada baiknya jika kita mendidik anak dengan dasar ilmu.
Awal November ini, saya mengikuti seminar yang diadakan oleh Super Mom yang bertempat di Titan Center Bintaro. Pembawa materi adalah Ibu Elly Risman dengan tema Peter Pan Syndrome dan Cinderella Complex. Tema ini menarik untuk kami, karena kami mendapatkan anak setelah menikah cukup lama dan perjuangan yang tidak sedikit. Jadi kami khawatir, nantinya kami akan terlalu memanjakan anak yang akhirnya menyebabkan anak mengalami syndrome tersebut. Dengan mengikuti seminar ini, kami berharap dapat melakukan antisipasi, supaya hal tersebut tidak terjadi di masa yang akan datang.

Dan beberapa hari ini, beredar postingan viral di socmed, tidak tahu dari mana sumber awalnya, yang isinya adalah rangkuman dari materi beliau. Isinya cukup comprehensive dan mudah untuk dipahami, untuk lengkapnya bisa dilihat di bawah ini, dengan sedikit touch up dari saya.

***
PETER PAN & CINDERELLA SYNDROME

Menghindari perceraian dini karena Peter Pan Syndrome, Cinderella Complex dan Adversity Quotient ditentukan lewat pola asuh di rumah.

Apa itu Peter Pan dan Cinderella Syndrome? Semua berawal dari kasih sayang orang tua dan over proteksi yang tidak pada tempatnya sejak dini, sehingga membunuh kemandirian anak dan membuat rendahnya Adversity Quotient (kemampuan untuk survive dalam menghadapi masalah kehidupan).
Yang pada gilirannya akan mencetak laki-laki dengan Peter Pan Syndrome, yaitu laki-laki yang tidak pernah dewasa. Atau anak perempuan dengan Cinderella Complex yg mengharap ‘Prince Charming’ datang utk menyelamatkan-nya, karena tak mampu menghadapi kesulitan hidup akibat terlalu dilindungi.
  1. Pernahkah anda menyuapkan makanan pada anak anda yg sudah SD karena kuatir dia sakit jika tidak makan?
  2. Pernahkah anda melihat anak SD berjalan melenggang sementara Ibu/pengasuhnya membawakan tas mereka?
  3. Atau jika ditelepon anak dari sekolah karena PRnya ketinggalan, apakah anda akan ter-gopoh2 ke sekolah utk mengantarkan-nya, alih-alih menyuruhnya pulang atau membiarkannya disetrap karena kelalaian?
  4. Apakah anda membuka satu per satu buku anak utk mencari PRnya, kemudian mengoreksi PR dengan tangan anda bahkan menolong membuatkan supaya nilainya bagus?
Jika ke-empat hal di atas terjadi pada anda, maka waspadalah anda sedang menjerumuskan karakter diri anak anda. Kasih sayang yang anda berikan akan merusak kemampuannya utk survive di masa depan.

Ciri-ciri anak dengan Peter Pan Syndrome adalah:
  1.  Mereka terbiasa hidup nyaman tanpa beban tanggung jawab
  2.  Tidak suka bekerja keras
  3.  Kegiatannya banyak main-main
  4.  Tidak pernah punya tanggung jawab
  5.  Tidak bisa mandiri/dewasa
  6.  Tidak berani mengambil keputusan dan menanggung resiko
  7.  Kurang percaya diri
  8.  Enggan hidup sendiri karena mengalami ketergantungan pada orang lain
Pada anak-anak dengan pola asuh yang potensial menimbulkan Peter Pan Syndrome biasanya cenderung :
  1. Suka menentang
  2. Pemberontak
  3. Susah punya komitmen
  4. Pemarah (marah jika kemauannya tidak terpenuhi)
  5. Tidak bisa menerima kritikan
  6. Mudah sakit hati
  7. Terlalu cinta pada diri sendiri
  8. Senang memanipulasi
  9. Menolak hubungan dengan lawan jenis
Akibatnya mereka punya masalah tidah tahan terhadap invasi kekuasaan dari lingkungan, mereka tidak mampu berpikir tentang dirinya, apalagi menangani problem yg menimpa. Karena sejak kecil semua masalahnya diatasi ibu, ayah atau pengasuhnya.

Cinderella Complex biasanya menimpa anak wanita yg selalu dilindungi atau yg hidupnya dalam keadaan tertekan. Ia mengharap ada figur yg dapat menyelamatkannya di setiap masalah yg dihadapi. Tanpa berusaha utk berjuang dgn mengerahkan segenap kemampuan.

Dengan pola asuh salah, orang tua potensial membentuk karakter laki-laki dengan ciri Peter Pan akibat dimanja dan dibela setiap melakukan kesalahan, dilindungi dan dituruti keinginannya. Sementara anak perempuan dengan ciri Cinderella tidak dididik untuk menerima kenyataan hidup dan diberi banyak mimpi tentang kisah happy ending tanpa tahu bahwa happy ending adalah reward dari a long and winding journey of struggling in life.

Kedua karakter ini di masa depan akan mengkontribusi dunia dengan generasi yg memiliki AQ (Adversity Quotient) yg sangat rendah. Apabila keduanya bertemu dan menikah besar kemungkinan perceraianlah yang terjadi atau never have happy ending. Karena mereka tidak memiliki cukup AQ untuk mengupayakan kehidupan yang lebih baik. AQ adalah kecerdasan untuk bertahan dan mengatasi setiap kesulitan hidup lewat perjuangan. Dengan AQ ditentukan kadar kemampuan orang mengatasi kemelut tanpa menjadi putus asa.

Akhir-akhir ini, ESQ gencar ditingkatkan, sebagai cara melejitkan prestasi anak di masa depan lewat potensi spiritual. AQ muncul sebagai jawaban atas sedihnya hidup orang-orang yang secara karier dan materi sukses, tapi tidak dapat meraih kebahagian akibat rendahnya AQ, terutama dlm membina hubungan rumahtangga.

AQ adalah indikator untuk melihat :
  1. Kemampuan bertahan dalam setiap penderitaan dan tahu cara mengatasi situasi yg membuat penderitaan
  2. Keterampilan utk menerima & menyelesaikan setiap tantangan
  3. Ilmu tentang ketabahan manusia (Human Resillience)

Perusahaan maju mulai melihat indikator di atas sbg patokan dlm merekrut karyawan baru, selain IQ, EQ dan ESQ.

Untuk memberikan gambaran AQ ini, Stoltz meminjam terminologi para pendaki gunung. Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga jenis :
  1. Quitter (Mudah menyerah)Para quitter adalah para pekerja yg sekadar untuk bertahan hidup. Mereka gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan saat menerima tantangan
  2. Camper (Berkemah di tengah perjalanan)Para camper lebih baik, karena biasanya mereka berani melakukan pekerjaan yang berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yg terukur dan aman. “Ngapain capek-capek” atau “segini juga udah cukup” adalah moto para campers. Orang-orang ini sekurang-kurangnya sudah merasakan tantangan dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak potensi diri yang tidak teraktualisasikan dan yang jelas pendakian itu sebenarnya belum selesai
  3. Climber (Pendaki yg mencapai puncak)Para climber, yakni mereka yang dengan segala keberanian menghadapi risiko akan menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati proses menuju keberhasilan walau tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yg menghadang. Namun, dibalik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
Dalam konteks ini, para climber dianggap memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper dan quitter. AQ ternyata bukan sekadar anugerah yg bersifat given. AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk meningkatkan level AQ-nya. Tetapi hasil terhebat akan diperoleh jika kita mampu menginstal AQ ini dalam diri putra-putri kita.

Untuk menghasilkan anak dengan ketangguhan seorang Climber yang memiliki AQ tinggi, kita harus memperhatikan 9 aspek perkembangan, yaitu:
  1. Fisik
  2. Kesehatan
  3. Daya tahan mental
  4. Kestabilan emosi
  5. Kemampuan social
  6. Keimanan
  7. Ibadah kepada Tuhan
  8. Keterampilan seksualitas
  9. Seksualitas yang normal
So Smart Parents, mau dibawa ke mana pola asuh yang anda terapkan di rumah sepenuhnya adalah hak anda. Tapi untuk menjadikan anak yang tangguh perlu banyak belajar, usaha dan sabar.

Sebelum bicara tentang AQ untuk anak kita, mari berkaca dan meyakini sudah sejauh mana kita sendiri mengembangkan AQ diri kita dan berusaha meningkatkannya.

Semoga bermanfaat.
Be Positive and Get Smarter everyday, Moms & Dads.

***
Sedangkan, untuk materi presentasi lengkapnya bisa dilihat di bawah ini.

Tambahan materi dari saya, dari apa yang saya dengar dari Bu Elly, sebelum kita ingin menerapkan ilmu parenting ke anak kita, lebih baik kita memperbaiki diri dulu. Kita harus sadar dengan Inner Child yang kita punya. Inner Child adalah suatu karakter atau kebiasaan yang terbentuk secara tidak kita sadari, akibat kejadian yang terus menerus kita alami saat kita kecil dulu, yang masuk ke alam bawah sadar kita.

Kalau memang Inner Child kita lebih condong ke hal yang negatif, maka hal tersebut harus kita perbaiki dulu. Jangan sampai hal negatif tersebut, nantinya secara tidak kita sadari, ternyata kita terapkan ke pola pengasuhan anak kita. Dan untuk  itu, kita perlu berkomunikasi secara terbuka dengan pasangan kita, saling memberikan masukan, menerima masukan, dan saling mendukung untuk memperbaiki diri. Kalau dengan pasangan, ternyata kesulitan, kita bisa datang ke psikolog untuk meminta bantuan. Intinya, kita harus mau berdamai dengan masa lalu, apapun itu caranya, demi masa depan anak-anak kita..

Semoga bermanfaat.. ;-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar