Pertengahan
2010, akhirnya kami pindah ke rumah milik kami sendiri. Dari situ kami yakin
untuk memulai program hamil. Saya coba cek ke dokter kandungan dan kemudian
dilakukan usg transvaginal. Dari hasil cek, indikasinya adalah PCOS karena sel
telurnya terlihat kecil-kecil seperti anggur.
Kalau
saya ambil dari wikipedia, definisi PCOS dapat dilihat di bawah ini:
Polycystic ovary syndrome
(PCOS), also called hyperandrogenic anovulation (HA),[1] or Stein–Leventhal
syndrome,[2] is a set of symptoms due to a hormone imbalance in women.[3] Signs
and symptoms of PCOS include irregular or no menstrual periods, heavy periods,
excess body and facial hair, acne, pelvic pain, trouble getting pregnant, and
patches of thick, darker, velvety skin.[4] Associated conditions include type 2
diabetes, obesity, obstructive sleep apnea, heart disease, mood disorders, and
endometrial cancer.[3]
Saya
disarankan untuk meminum obat hormon supaya sel telur dapat berkembang dengan
baik.
Belum
satu kali siklus, eh ternyata ada cobaan menghadang..
Saya
terkena penyakit TBC Kelenjar tahap awal, TBC Kelenjar ini adalah TBC yang
mengenai kelenjar getah bening. Tidak menular, tapi kalau tidak diobati, cukup
berbahaya. Berat badan saya turun, dari yang biasanya 55 kg menjadi 52 kg. Dan
dokter memastikan saya terkena TBC kelenjar setelah operasi open biopsi.
Karena
penyakit ini, saya harus minum obat selama 9 bulan. Terpaksa kami menunda
program hamil karena obatnya cukup keras. Setelah 9 bulan dan dinyatakan sembuh
dan berat badan saya naik menjadi 60 kg (hiks), saya masih harus menunggu 3
bulan lagi, supaya kandungan kimia di tubuh saya menipis.
Setelah
itu, kami komit untuk melanjutkan program hamil kembali.
Program
hamil belum dimulai, eh suami saya terkena HNP (Hernia Nucleus Pulposus).
Bahasa awamnya adalah saraf kejepit di area tulang belakang. Suami saya tidak
bisa duduk terlalu lama. Tidur pun selalu merasa kesakitan. Sampai kami pernah
hampir tabrakan karena mas suami tiba-tiba merasakan sakit saat sedang
mengendarai mobil.
Setahun
kami mencari pengobatan yang paling tepat untuk mas suami. Saran dokter sebenarnya
adalah operasi, tetapi prosentase keberhasilannya hanya 50%, sembuh atau lumpuh.
Akhirnya kami mencari cara lain, mulai secara medis dengan minum obat dan
fisioterapi, cara Cina dengan menempel ramuan pada daerah yang sakit, cara
Islam dengan doa, pijat dan minuman herbal, cara Jawa dengan pijat yang
sakitnya aduhai, sampai cara terakhir yaitu dengan pijat khusus HNP oleh
terapis tunanetra di daerah Pondok Gede. Melalui cara terakhir dan tentunya
dengan seijin Allah, akhirnya kondisi mas suami membaik, dan kami bisa
melanjutkan program hamil.
Someday,
mas suami akan sharing cerita mengenai perjuangannya melawan HNP dan akan saya
sharing di blog ini.
(bersambung..)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar