Manusia
memang hanya bisa berencana, tetapi Allah lah yang menentukan jalan hidup kita.
Dulu saya berencana menikah di umur 27, eh umur 24 lha kok sudah naik pelaminan.
Inginnya di usia 28 sudah punya anak, eh sampai lewat kepala 3 belum juga dikaruniai
keturunan.
Sebagian
orang mempunyai ketakutan ketika akan menikah, ada yang khawatir kebebasannya
terganggu dan ada yang ragu apakah benar calon suami atau calon istrinya nya
adalah “the right one”. Tapi saya berbeda, saya tidak pernah ragu saat akan
menikah, saya malah bersyukur disuruh nikah cepet, mumpung mas suami belum
sadar dari khilafnya, haha.. Saya malah sempat mikir, pacar saya (sebutan mas
suami pada saat itu) ragu gak ya, nikah sama saya, haha..
Tapi
saya sempat takut saat membayangkan bahwa setelah menikah, step selanjutnya
adalah punya anak. Saya khawatir, nantinya hidup saya tidak bebas, mau mudik
ribet, mau hang out ribet, apalagi mewujudkan mimpi traveling saya, pasti bakal
ribet banget, atau malah ekstrimnya, mimpi traveling tersebut tidak pernah akan
terwujud.
Ketakutan
yang lain adalah, saya merasa tidak punya sosok keibuan. Hati saya kurang
sensitif, terlalu logis, kurang lembut sebagai wanita. Anak kecil saja, entah
itu anak teman atau tetangga, sering nangis kalau deket sama saya. Seolah, saya
punya magnet negatif terhadap anak kecil.
Ketakutan
selanjutnya, saya merasa tidak punya bekal untuk menjadi seorang ibu, saya
tidak punya pengetahuan dan ketrampilan, memasak saja saya tidak bisa. Saya
khawatir, saya tidak bisa membesarkan anak kami dengan baik, seperti ibu-ibu
yang lain.
Saya
juga takut dengan biaya kehidupan yang semakin mahal. Saya khawatir, apakah
saya bisa memberikan yang terbaik untuk anak kami nanti.
Dan
ketakutan yang terakhir adalah, apakah dengan adanya anak, saya, kami, akan
tetap bahagia? Saat ini kami memang hanya berdua, tapi kami sudah merasa
bahagia. Saya malah khawatir, mengurus anak dengan segala kerepotan dan
perbedaan pendapat dalam pola pengasuhan, ternyata hanya membuat kebahagiaan
kami berkurang.
Tapi
di sisi lain, belum mempunyai anak juga menjadi ketakutan tersendiri untuk
saya. Ketakutan pertama adalah tidak disayang oleh mertua, haha, cemen ya..
Karena, suami saya adalah anak pertama dan jarak usia dengan adiknya adalah 7
tahun. Anak pertama kami akan menjadi cucu pertama mertua. Semua saudara mertua
sudah pada punya cucu, hanya mertua saya saja yang belum. Tapi makin lama
mengenal mertua, saya yakin bahwa mertua saya tidak seperti yang saya khawatirkan.
Kedua,
saya takut suatu hari suami saya akan mengajukan proposal poligami atau malah
meninggalkan saya, untuk cari istri lain yang bisa memberikan keturunan, serem
gak sih? Tapi kemudian kata suami, 1 istri aja udah ngrepotin, haha.. Dan dia
bilang, dia sudah bahagia bersama saya. Dan kalaupun punya anak, maunya dengan
saya, bukan dengan wanita lain. Gombal ah, tapi saya teriak aamiin nya kenceng
banget, hehe..
Ketiga,
saya takut membayangkan masa tua saya. Ketika mungkin mas suami sudah duluan
menghadapNya, dan saya ditinggalkan sendiri. Ya sebenarnya punya anak pun,
suatu saat kita akan ditinggalkan oleh mereka. Tapi tanpa ada yang mengunjungi
di hari penting, di saat kita tua nanti, kok rasanya hampa. Untuk yang satu
ini, saya berusaha menghibur diri saya, nanti di Panti Jompo, pasti banyak yg
mengunjungi kok, hehe..
Kalau
dilihat, hidup saya jadi penuh ketakutan yaa.. Punya anak takut, ga punya anak
juga takut, aahh labil nih, haha.. Tapi kalau boleh jujur nih, kalau ditanya
apakah saya ingin punya anak, jawabannya adalah “biasa saja, dikasih
Alhamdulillah, kalau nggak ya gapapa”. Malah pernah terbersit dalam pikiran
saya “kayaknya mending ga punya anak deh, jadi ga perlu capek-capek usaha
juga”. Cuman, mas suami menyadarkan saya, bahwa memperjuangkan keturunan adalah
ibadah, hal ini yang membuat saya menjadi semangat untuk program hamil, dan saya
berusaha untuk mengalahkan semua ketakutan saya.
Tetapi
memang, keinginan punya anak belum bisa mengalahkan keinginan saya untuk
traveling. Saya sebenarnya agak malu mengakuinya, tapi saya ingat benar, di
tahun 2013 saat kami umroh, doa saya di depan ka’bah adalah:
1.
Semoga
mimpi saya keliling dunia terutama melihat Menara Eiffel terwujud
2.
Semoga
kami diberikan keturunan kalau memang itu yang terbaik untuk kami
3.
Semoga
Bapak saya yang saat itu sedang sakit, akan diberikan yang terbaik oleh Allah
Kebaca
kan, yang di poin paling atas isinya apa, hahaha.. Dan mungkin banyak yang
berpikir, betapa durhakanya saya sebagai anak, kok doa Bapak nya ditaruh di
nomor 3. Yah itu kan hanya urutan, meskipun hanya nomor 3, tapi doa itulah yang
paling membuat saya bercucuran air mata.
Dan,
kehidupan saya kemudian, tertata dengan sendirinya (sebenernya sadar banget
sih, yang nata pasti Allah :-)). 2 bulan setelah umroh, Allah menjawab doa saya
untuk Bapak, Allah memberikan yang terbaik untuk Bapak, dengan memanggilnya
kembali ke pangkuanNya.
Anak-anak
kecil yang semula selalu menangis kalau melihat saya, entah kenapa sekarang kok
jadi gampang deket sama saya, mereka selalu senyam-senyum dan nempel sama saya.
Dan sayapun yang biasanya gregetan kalau dengar anak kecil nangis atau
teriak-teriak, sekarang malah jadi gemes.
KPR
rumah lunas, dari yang seharusnya 15 tahun, kami berhasil melunasinya dalam
waktu 5 tahun 3 bulan. Kami tidak punya hutang lagi, sehingga saya bisa menabung
untuk biaya pendidikan anak.
Secara
alami, hati saya dan mas suami terpanggil untuk mengikuti kelas parenting. Bahkan
saat itu di kelas, hanya kami satu-satunya pasangan yang belum mempunyai anak.
Dengan mengikuti beberapa kelas parenting, saya merasa yakin bahwa saya pasti
bisa membesarkan anak dengan baik. Ketakutan tidak mampu menjadi ibu mulai
hilang.
Dan
yang paling tidak disangka adalah, mimpi saya untuk melihat Eiffel Tower
benar-benar terwujud dengan bonus melihat beberapa kota lain di Eropa. Terwujud
begitu saja, dengan keputusan yang cukup impulsif tanpa keraguan yang panjang
untuk berangkat, meskipun setelah pulangnya, tabungan kami langsung tiris, haha..
Tapi tenang, tabungan ini di luar tabungan untuk anak.
See,
Allah selalu mengatur kehidupan kita dengan cara menakjubkan. Perlahan semua
ketakutan yang saya rasakan hilang, dan sayapun makin mantab untuk berjuang
menjadi seorang ibu..
Semoga
keinginan kami, bahwa akan ada seorang anak kecil yang memanggil saya “mama”,
dan memanggil mas suami “papaaa.. papaaa”, akan segera terwujud.. Aamiin..
(bersambung..)
Aminnnn Silll...
BalasHapusTyt smua ada prosesnya yaaa.. Mungkin dikamu dtgnya belakangan buat siap, di aku dluan, skrg aku yg pgn jalan2 getol wkakakakkaka, rupanya dlu ketika mau diturunkan ke dunia, udh janjian sama Allah mana yg dluan yaa, alhamdulillahhh smuanya dtg diwaktu yg tepat.... InsyaAllah Aminnn...
Iya mbak Pipit, sesungguhnya skenario Allah selalu yg terbaik. Cuman kita aja yg kadang kurang yakin..
HapusAamiin...