Senin, 21 Desember 2015

Pejuang Keturunan (11) – Isi hati seorang istri dan calon ibu..

Manusia memang hanya bisa berencana, tetapi Allah lah yang menentukan jalan hidup kita. Dulu saya berencana menikah di umur 27, eh umur 24 lha kok sudah naik pelaminan. Inginnya di usia 28 sudah punya anak, eh sampai lewat kepala 3 belum juga dikaruniai keturunan.

Sebagian orang mempunyai ketakutan ketika akan menikah, ada yang khawatir kebebasannya terganggu dan ada yang ragu apakah benar calon suami atau calon istrinya nya adalah “the right one”. Tapi saya berbeda, saya tidak pernah ragu saat akan menikah, saya malah bersyukur disuruh nikah cepet, mumpung mas suami belum sadar dari khilafnya, haha.. Saya malah sempat mikir, pacar saya (sebutan mas suami pada saat itu) ragu gak ya, nikah sama saya, haha..

Tapi saya sempat takut saat membayangkan bahwa setelah menikah, step selanjutnya adalah punya anak. Saya khawatir, nantinya hidup saya tidak bebas, mau mudik ribet, mau hang out ribet, apalagi mewujudkan mimpi traveling saya, pasti bakal ribet banget, atau malah ekstrimnya, mimpi traveling tersebut tidak pernah akan terwujud.

Ketakutan yang lain adalah, saya merasa tidak punya sosok keibuan. Hati saya kurang sensitif, terlalu logis, kurang lembut sebagai wanita. Anak kecil saja, entah itu anak teman atau tetangga, sering nangis kalau deket sama saya. Seolah, saya punya magnet negatif terhadap anak kecil.

Ketakutan selanjutnya, saya merasa tidak punya bekal untuk menjadi seorang ibu, saya tidak punya pengetahuan dan ketrampilan, memasak saja saya tidak bisa. Saya khawatir, saya tidak bisa membesarkan anak kami dengan baik, seperti ibu-ibu yang lain.
Saya juga takut dengan biaya kehidupan yang semakin mahal. Saya khawatir, apakah saya bisa memberikan yang terbaik untuk anak kami nanti.
Dan ketakutan yang terakhir adalah, apakah dengan adanya anak, saya, kami, akan tetap bahagia? Saat ini kami memang hanya berdua, tapi kami sudah merasa bahagia. Saya malah khawatir, mengurus anak dengan segala kerepotan dan perbedaan pendapat dalam pola pengasuhan, ternyata hanya membuat kebahagiaan kami berkurang.

Tapi di sisi lain, belum mempunyai anak juga menjadi ketakutan tersendiri untuk saya. Ketakutan pertama adalah tidak disayang oleh mertua, haha, cemen ya.. Karena, suami saya adalah anak pertama dan jarak usia dengan adiknya adalah 7 tahun. Anak pertama kami akan menjadi cucu pertama mertua. Semua saudara mertua sudah pada punya cucu, hanya mertua saya saja yang belum. Tapi makin lama mengenal mertua, saya yakin bahwa mertua saya tidak seperti yang saya khawatirkan.

Kedua, saya takut suatu hari suami saya akan mengajukan proposal poligami atau malah meninggalkan saya, untuk cari istri lain yang bisa memberikan keturunan, serem gak sih? Tapi kemudian kata suami, 1 istri aja udah ngrepotin, haha.. Dan dia bilang, dia sudah bahagia bersama saya. Dan kalaupun punya anak, maunya dengan saya, bukan dengan wanita lain. Gombal ah, tapi saya teriak aamiin nya kenceng banget, hehe..

Ketiga, saya takut membayangkan masa tua saya. Ketika mungkin mas suami sudah duluan menghadapNya, dan saya ditinggalkan sendiri. Ya sebenarnya punya anak pun, suatu saat kita akan ditinggalkan oleh mereka. Tapi tanpa ada yang mengunjungi di hari penting, di saat kita tua nanti, kok rasanya hampa. Untuk yang satu ini, saya berusaha menghibur diri saya, nanti di Panti Jompo, pasti banyak yg mengunjungi kok, hehe..

Kalau dilihat, hidup saya jadi penuh ketakutan yaa.. Punya anak takut, ga punya anak juga takut, aahh labil nih, haha.. Tapi kalau boleh jujur nih, kalau ditanya apakah saya ingin punya anak, jawabannya adalah “biasa saja, dikasih Alhamdulillah, kalau nggak ya gapapa”. Malah pernah terbersit dalam pikiran saya “kayaknya mending ga punya anak deh, jadi ga perlu capek-capek usaha juga”. Cuman, mas suami menyadarkan saya, bahwa memperjuangkan keturunan adalah ibadah, hal ini yang membuat saya menjadi semangat untuk program hamil, dan saya berusaha untuk mengalahkan semua ketakutan saya.

Tetapi memang, keinginan punya anak belum bisa mengalahkan keinginan saya untuk traveling. Saya sebenarnya agak malu mengakuinya, tapi saya ingat benar, di tahun 2013 saat kami umroh, doa saya di depan ka’bah adalah:
1.    Semoga mimpi saya keliling dunia terutama melihat Menara Eiffel terwujud
2.    Semoga kami diberikan keturunan kalau memang itu yang terbaik untuk kami
3.    Semoga Bapak saya yang saat itu sedang sakit, akan diberikan yang terbaik oleh Allah
Kebaca kan, yang di poin paling atas isinya apa, hahaha.. Dan mungkin banyak yang berpikir, betapa durhakanya saya sebagai anak, kok doa Bapak nya ditaruh di nomor 3. Yah itu kan hanya urutan, meskipun hanya nomor 3, tapi doa itulah yang paling membuat saya bercucuran air mata.
Dan, kehidupan saya kemudian, tertata dengan sendirinya (sebenernya sadar banget sih, yang nata pasti Allah :-)). 2 bulan setelah umroh, Allah menjawab doa saya untuk Bapak, Allah memberikan yang terbaik untuk Bapak, dengan memanggilnya kembali ke pangkuanNya.
Anak-anak kecil yang semula selalu menangis kalau melihat saya, entah kenapa sekarang kok jadi gampang deket sama saya, mereka selalu senyam-senyum dan nempel sama saya. Dan sayapun yang biasanya gregetan kalau dengar anak kecil nangis atau teriak-teriak, sekarang malah jadi gemes.
KPR rumah lunas, dari yang seharusnya 15 tahun, kami berhasil melunasinya dalam waktu 5 tahun 3 bulan. Kami tidak punya hutang lagi, sehingga saya bisa menabung untuk biaya pendidikan anak.
Secara alami, hati saya dan mas suami terpanggil untuk mengikuti kelas parenting. Bahkan saat itu di kelas, hanya kami satu-satunya pasangan yang belum mempunyai anak. Dengan mengikuti beberapa kelas parenting, saya merasa yakin bahwa saya pasti bisa membesarkan anak dengan baik. Ketakutan tidak mampu menjadi ibu mulai hilang.
Dan yang paling tidak disangka adalah, mimpi saya untuk melihat Eiffel Tower benar-benar terwujud dengan bonus melihat beberapa kota lain di Eropa. Terwujud begitu saja, dengan keputusan yang cukup impulsif tanpa keraguan yang panjang untuk berangkat, meskipun setelah pulangnya, tabungan kami langsung tiris, haha.. Tapi tenang, tabungan ini di luar tabungan untuk anak.

See, Allah selalu mengatur kehidupan kita dengan cara menakjubkan. Perlahan semua ketakutan yang saya rasakan hilang, dan sayapun makin mantab untuk berjuang menjadi seorang ibu..

Semoga keinginan kami, bahwa akan ada seorang anak kecil yang memanggil saya “mama”, dan memanggil mas suami “papaaa.. papaaa”, akan segera terwujud.. Aamiin..

(bersambung..)

2 komentar:

  1. Aminnnn Silll...

    Tyt smua ada prosesnya yaaa.. Mungkin dikamu dtgnya belakangan buat siap, di aku dluan, skrg aku yg pgn jalan2 getol wkakakakkaka, rupanya dlu ketika mau diturunkan ke dunia, udh janjian sama Allah mana yg dluan yaa, alhamdulillahhh smuanya dtg diwaktu yg tepat.... InsyaAllah Aminnn...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Pipit, sesungguhnya skenario Allah selalu yg terbaik. Cuman kita aja yg kadang kurang yakin..
      Aamiin...

      Hapus